Pages

Labels

Rabu, 12 Maret 2014

Sekolah Islam Terpadu Solusi Atasi Kegagalan Pendidikan Konvensional


Pendidikan adalah hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui sentuhan pendidikan akan diukir sosok-sosok manusia dengan bermacam-ragam karakter, keahlian, dan kemampuan, yang akan mengisi kehidupan di masa yang akan datang. Sudah menjadi wawasan umum bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, dari faktor keluarga sampai kehidupan sosial di masyarakat. Hal ini merupakan salah satu bagian dari keseluruhan aspek integral yang mempengaruhi pendidikan, jadi bukan hal yang salah bila ada anggapan bahwa tingkat kemapanan sosial di masyarakat berpengaruh terhadap pendidikan, karena memang aspek sosial mampu menjadi representasi keadaan dan kecendrungan masyarakat.
Akibat pengaruh globalisasi, hasil pendidikan dewasa ini cenderung menjadikan manusia yang lebih mementingkan kehidupan pragmatis, hedonis, dan materialis. Keadaan sosio-masyarakat mengalami perubahan, baik secara psikologis maupun secara sosial, masyarakat cenderung individualistik dan memiliki tingkat sosial responsibility yang rendah, ditambah lagi dengan menurunnya kesadaran nasional, kearifan lokal dan budaya. Sampai klimaksnya menyebabkan masyarakat Indonesia kebanyakan menjadi masyarakat anti-sosial, materialis, hedonis dan pragmatis. Generasi muda yang menjadi output pendidikan pun tak luput dari pengaruhnya, karakter sebagai seorang Indonesia, yang berjiwa timur, lekat dengan budaya kesopan-santunan perlahan-lahan telah beralih dengan pengaruh budaya barat, hal ini ternyata tidak mampu ditanggulangi melalui sistem pendidikan formal-konvensional.
Dalam satu dekade ini, pemerintah sudah tiga kali melakukan revisi terhadap kurikulum pendidikan nasional, bahkan perubahan kurikulum pendidikan nasional sudah banyak sekali terjadi mulai dari Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif - Tahun 1984), Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Tahun 2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Tahun 2006), Kurikulum dan Pendidikan Berkarakter (Tahun 2013) satu sisi perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang wajar karena tentunya tuntutan perubahan zaman yang dinamis akan terus disesuaikan dengan kurikulum pendidikan, masa tahun 1968 tidak akan sama dengan keadaan sosio-masyarakat  di tahun 2014. Satu sisi lagi kita juga tidak boleh menafikan bahwa kurikulum pendidikan nasional merupakan produk pemerintah (penguasa). Namun, sekarang profesionalitas dalam mengelola pendidikan nasional sudah bisa diberikan acungan jempol, karena semua stakeholder dalam instansi pendidikan berupaya keras mencari format/ramuan yang pas bagi pendidikan di Indonesia, bukan lagi seperti dulu, ketika pendidikan hanya menjadi alat pemuas dan proyek titipan penguasa. Walau kerja pemerintah dalam menemukan format kurikulum yang tepat masih belum efektif dan memuaskan.
Terlepas dari apapun isu kurang sedap mengenai Kurikulum 2013 berbasis Karakter mulai dari proyek titipan dan kondisi tenaga pendidik yang belum siap. Ada semangat awal yang patut kita apresiasi  yaitu mengembalikan tujuan pendidikan untuk menjadikan budaya dan karakter sebagai seorang Indonesia. Selama ini produk pendidikan konvensional yang berorientasi kepada capaian-capaian kognitif dan pemahaman siswa ternyata tidak mampu menjawab kebutuhan sumber daya manusia yang sesuai dengan keadaan bangsa pada hari ini. Keterpurukan moral remaja, dan degradasi budaya masih terus terjadi meski dalam kurikulum telah dimuat mata pelajaran moral (PPKn dan Agama), maupun mata pelajaran muatan local (bahasa daerah dan kesenian), karena memang porsi yang diberikan kepada dua mata pelajaran itu relative sedikit, problematika remaja memang adalah suatu dampak integral dari kondisi bangsa yang carut-marut. Tapi, kenyataanya di saat kepercayaan dan harapan itu memudar, hadir sebuah harapan dari sebuah format pendidikan baru, yang menawarkan konkrit cita-cita kurikulum 2013 yang mengharapkan manusia Indonesia yang berkarakter dan berbudaya, yaitu Sekolah Islam Terpadu.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim, dalam Dalam acara Milad ke 10 Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), mengatakan Metode pembelajaran di sekolah Islam Terpadu dinilai sesuai kurikulum 2013 sebab selain menilai aspek akademik, sekolah Islam terpadu juga menekankan pentingnya aspek sikap para siswa1. Sejalan dengan itu, memang konten utama dalam konsep Sekolah Islam Terpadu adalah adanya pendidikan Islam yang integral pada seluruh aspek mata pelajaran manapun, tidak hanya bertumpu pada mata pelajaran agama dan moral, namun pengembangan sikap dan karakter disispkan pada tiap mata pelajaran. Tujuan utama dari pendidikan Islam terpadu ini adalah menjadikan siswa sebagai insan kamil, baik secara pengetahuan, keterampilan, maupun karakter sebagai seorang muslim2.
 Berawal dari lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993. Kelima sekolah yang menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat itu, sekolah Islam terpadu terus bermunculan dan  berkembang. Hingga 2013, jumlah sekolah yang berada dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia mencapai 1.926 unit sekolah. Yakni, terdiri atas  879 unit TK, 723 unit SD, 256 unit SMP, dan 68 unit SMA3.
Seorang peneliti dari  Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura, mengungkapkan, SIT menolak dikotomi antara pendidikan agama dan sekuler. Peneliti itu menambahkan, SIT berkembang di kota-kota besar dan diminati kalangan menengah ke atas. Para penyelenggara SIT kebanyakan dari kalangan Muslim terdidik yang memiliki tingkat kesadaran Islam yang tinggi. Keberadaan SIT, baik penyebaran maupun pertumbuhannya di Indonesia, sangat dipengaruhi keberadaan JSIT Indonesia.
Dan akhirnya semua pertanyaan dan rumus yang coba disusun sebagai model pendidikan nasional, ternyata mampu disajikan dalam satu konsep pendidikan integral, serta mampu menjawab kebutuhan bangsa pada hari ini yang miskin karakter. Konsep Sekolah Islam Terpadu juga merupakan jawaban bahwa pendidikan Islam merupakan metode paling tepat dalam menhasilkan generasi-generasi unggul, kompetitif dan pemimpin di masa depan.

1 Kurikulum 2013 Dinilai Refleksi dari Sekolah Islam Terpadu; Republika Online, 1 Februari 2014
2 Rochmat Wahab. Konsep Sekolah Islam Terpadu. FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Repository UNY.

310 Tahun JSIT Indonesia Bangun Pendidikan Lewat SIT; Republika Online, 31 Januari 2014


Dibuat untuk mengikuti Lomba Menulis Essay Musbar LSI Al-Maidan FKIP Universitas Riau

0 Coment:

Posting Komentar